Nilai - Nilai Kearifan Lokal Dalam Tradisi Jamasan Jimat Kalisalak Di Desa Kalisalak Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas
![]() |
proses penjamasan jimat kalisalak |
Abstrak
Penelitian ini
berjudul “Nilai-nilai
Kearifan Lokal Dalam Tradisi Jamasan Jimat Kalisalak di Desa Kalisalak
Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas” ini bertujuan mendapatkan gambaran
tentang nilai nilai kearifan lokal dalam tradisi jamasan jimat kalisalak.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kepustakaan. Hasil
penelitian ini menjelaskan supaya memahami sejarah, nilai-nilai kearifan lokal,
tradisi, dan peninggalan jamasan jimat kalisalak.
Kata
kunci : Nilai-nilai kearifan lokal, jamasan jimat.
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia dewasa ini dengan
keberagaman suku, budaya dan tradisi lokal yang dimiliki sangat kaya akan
nilai-nilai luhur dan beragam tradisi yang tidak ternilai harganya. Perbedaan
suku bangsa, adat, dan kedaerahan sering disebut sebagai ciri khas masyarakat
Indonesia yang bersifat majemuk. Istilah majemuk merupakan termilonogi yang
diperkenalkan oleh Furnivall pada masa Hindia Belanda sebagai deskripsi
masyarakat Indonesia yang majemuk (plural society) yaitu suatu masyarakat yang
terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sehari-hari tanpa ada pembauran
satu sama lain dalam politik, dan secara sosial masyarakat sangat kompleks yang
terbagai kedalam segmentasi bentuk dan pola kehidupan sosial, baik tradisi,
suku, geografis, ekonomi, agama dan budaya (Nasikun, 2010). Menurut Asian
Brain, 2010 (Ernawi:2010): ‘Indonesia memiliki kurang lebih 389 suku bangsa
yang memiliki adat istiadat, bahasa, tata nilai danbudaya yang berbeda-beda
satu dengan yang lainnya’.
Adat istiadat dan tata nilai yang ada
dalam suatu masyarakat merupakan basis dalam mengatur tata perikelakuan anggota
masyarakat. Rasanya akan banyak kehilangan sesuatu yang berharga apabila
kekayaan adat istiatat dan budaya yang ada di kawasan Nusantara tidak
dipelihara dandikembangkan. Untuk itu perlu upaya penggalian terhadap apa yang
disebut dengan istilah nilai-nilai kearifan lokal.Sebagaimana dikemukakan
Maryani,(2011,1) bahwa: “Dalam penjelajahan jaman untuk mencapai tujuan
kesejahtaeraan dan kebesaran suatubangsa”, Indonesia membutuhkan energy dalam
bentuk jati diri (sense of identity),
solideritas (sense of solidarity),
rasa saling memiliki (sense of belonging),
dan kebanggaan bangsa (sense of pride).
Nilai-nilai budaya lokal yang unggul
harus dipandang sebagai warisan sosial. Manakala budaya tersebut diyakini
memiliki nilai yang berharga bagi kebanggaan dan kebesaran martabat bangsa,
maka transmisi nilai budaya kepada generasi penerus merupakan suatu
keniscayaan. Salah satu budaya dan tradisi masyarakat Indonesia yaitu tradisi
Jamasan Jimat yang terdapat di desa Kalisalak kecamatan Kebasen Kabupaten
Banyumas Jawa Tengah.
Kalisalak adalah desa di kecamatan Kebasen, Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia. Di Desa
Kalisalak terdapat wisata air terjun Curug Gua Song serta peninggalan sejarah
berupa benda-benda pusaka yang diyakini peninggalan Sunan Amangkurat I. Desa Kalisalak
dikenal sebagai desa wisata. Hal ini karena selain terdapat wisata alam Curug
Song, di Desa Kalisalak juga terdapat wisata alam seperti Bukit Mbulu, Watu Gede
dan Telaga Anteng. Wilayah Desa Kalisalak terdiri atas dataran rendah di
sebelah selatan dan daerah perbukitan di sebelah utara dan timur. Desa
Kalisalak juga dikenal sebagai desa wisata religi karena ada dua objek
wisata, yaitu Langgar Jimat Kalisalak dan Makam Karangbanar atau Makam Syeh
Sonhaji. Wilayah Desa Kalisalak terdiri atas dataran dan daerah perbukitan.
Separuh dataran adalah pemukiman penduduk sedangkan separuh lagi lahan
persawahan. Di daerah perbukitan terdapat beberapa wilayah grumbul yaitu
wilayah setingkat dusun yaitu
Grumbul Karangbanar di daerah gunung sebelah utara, Grumbul Sumingkir di
perbukitan selatan dan Grumbul Kaliontong di sebelah timur. Serta Grumbul Tawon
Baluh, Celiling, Pandak di sebalah utara dan sebelah barat ada Grumbul Kemlaka.
Di desa kalisalak ini terdapat tradisi ritual adat tahunan yang disebut dengan
nama Jamasan Jimat (Jimatan)
Jamasan
Jimat sendiri merupakan proses untuk mensucikan benda-benda pusaka atau jimat
dari kotoran yang menepel dengan cara membersihkan benda-benda pusaka atau
jimat. Jimat yang dianggap sebagai benda keramat yang memilili tuah atau benda
yang di aji-aji merupakan peninggalan dari Raja Amangkurat I dari kerajaan
Mataram. Tradisi Jamasan Jimat ini memiliki sejarah yang diyakini yaitu peninggalan Sunan Amangkurat I dalam
pelariannya menuju Batavia (Jakarta) walau pada akhirnya meninggal di Petuguran
dimandikan di Paguyangan dan dimakamkan di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Peninggalannya
berupa benda-benda pusaka yang setiap tahun sekali pada Bulan Maulud selalu
dijamas dalam upacara tradisi jawa yang kental yang dipimpin oleh Jurukuncinya
yang masih keturunan Raden Suryaningrat. Sesepuhnya disini diyakini adalah
Raden Suryaningrat (Eyang Suryani) pengikut Sunan Amangkurat yang
kuburannya di Kaliontong (Kuburan Jebeng).
Kandungan nilai dalam suatu wujud
kebudayaan bersifat abstrak dan kerap kalisamar dan tersembunyi. Melalui
penelitianini maka akan ter-ekplorasi sisi nilai yangada di dalam tradisi
Jamasan Jimat yang masih dijumpai dalam tradisi masyarakat desa Kalisalak.
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan Sejarah singkat Jamasan Jimat
Kalisalak, nilai-nilai kearifan local yang terkandung dalam Jamasan Jimat
Kalisalak, tradisi Jamasan mempengaruhi masyarakat desa Kalisalak serta
benda-benda pusaka peninggalan-nya.
METODE
PENELITIAN
Pada penelitian ini kami menggunakan
jenis/pendekatan penelitian yang berupa Studi Kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan merupakan suatu studi yang
digunakan dalam mengeumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam
material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, majalah, kisah-kisah
sejarah, dsb (Mardalis:1999). Studi kepustakaan juga dapat mempelajari
beberbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang
berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti
(Sarwono:2006).
Studi kepustakaan juga berarti teknik
pengumpulan data dengan melakukan penelaahan terhadap buku, literatur, catatan,
serta berbagai laporan yang berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan
(Nazir:1988). Sedangkan menurut ahli lain studi kepustakaan merupakan kajian
teoritis, referensi serta literatur ilmiah lainnya yang berkaitan dengan
budaya, nilai dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti
(Sugiyono:2012).
Peranan studi kepustakaan sebelum
penelitian sangat penting sebab dengan melakukan kegiatan ini hubungan antara
masalah, penelitian-penelitian yang relevan dan teori akan menjadi lebih jelas.
Selain itu penelitian akan lebih ditunjang, baik oleh teori-teori yang sudah
ada maupun oleh bukti nyata, yaitu hasil-hasil penelitian, kesimpulan dan
saran.
Studi kepustakaan adalah tugas yang
terus menerus dilakukan selama kegiatan penelitian. Sebuah penelitian akan
menghasilkan suatu karya ilmiah, karena itu haruslah mampu memberi sumbangan
kepada kemajuan ilmu pengetahuan. Pemeriksaan yang teliti perlu dilakukan, dari
mulai memilih judul, agar jangan sampai terjadi duplikasi terhadap masalah yang
sudah diteliti oleh orang lain.
Meskipun masalah yang sama sekali baru
(original) sangat jarang, namun studi atau hasil penelitian yang terdahulu
tidak harus ditiru seutuhnya, kecuali teknik-teknik yang dipergunakan terbukti
tidak tepat atau hasil penelitian dan kesimpulannya meragukan, atau telah
diketemukan informasi baru yang dapat memberikan pemecahan lain.
Bila judul telah kita tentukan, maka
akan sangat penting meninjau kembali semua materi yang relevan dengan judul
tersebut. Di dalam studi atau tinjauan kepustakaan diperlihatkan bagaimana
permasalahan yang sedang diteliti terkait dengan hasil penelitian atau studi
sebelumnya. Untuk subjek tertentu, diperlukan melihat permasalahannya dan suatu
kerangka teori, sehingga perlu meninjau teori-teori lain yang diperlukan.
Tujuan Studi Kepustakaan
Peneliti akan melakukan studi
kepustakaan, baik sebelum maupun selama dia melakukan penelitian. Studi
kepustakaan memuat uraian sitematis tentang kajian literatur dan hasil
penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan
dilakukan dan diusahakan menunjukkan kondisi mutakhir dari bidang ilmu tersebut
(the state of the art). Studi kepustakaan yang dilakukan sebelum melakukan
penelitian bertujuan untuk:
·
Menemukan suatu masalah untuk
diteliti.
·
Mencari informasi yang relevan
dengan masalah yang akan diteliti.
·
Mengkaji beberapa teori dasar
yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.
·
Mencari landasan teori yang
merupakan pedoman bagi pendekatan pemecahan masalah dan pemikiran untuk
perumusan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian.
·
Memperdalam pengetahuan peneliti
tentang masalah dan bidang yang akan diteliti.Mengkaji hasil-hasil penelitian
terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.
·
Menelaah basil penelitian
sebelumnya diarahkan pada sebagian atau seluruh dari unsur-unsur penelitian
yaitu: tujuan penelitian, metode, analisis, hasil utama dan kesimpulan.
Mendapat informasi tentang aspek-aspek mana dari suatu masalah yang sudah
pernah diteliti untuk menghindari agar tidak meneliti hal yang sama.
Selama penelitian berlangsung, studi
kepustakaan juga perlu dilakukan, tujuannya adalah:
·
Mengumpulkan informasi-informasi
yang lebih khusus tentang masalah yang sedang diteliti.
·
Memanfaatkan informasi yang ada
kaitannya dengan teori-teori yang relevan dengan penelitian yang sedang
dilakukan.
Mengumpulkan dan memanfaatkan
informasi-informasi yang berkaitan dengan materi dan metodologi dan penelitian
tersebut.
proses penghitungan jumlah jimat
HASIL DAN
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Jamasan Jimat
Pengungkapan
sejarah atau awal-mula tradisi upacara penjamasan pusaka di desa Kalisalak,
Kecamatan Kebasen dan dhukuh Kalibening, desa Dhawuhan, Kecamatan Banyumas
perlu dilakukan. Upacara tersebut diselenggara- kan pada bulan Rabiul Awal,
atau menurut lidah Jawa, Mulud. Bulan Mulud dalam kalender Hijriyah merupakan
bulan kelahiran Rasulullah SAW. Dalam tradisi Jawa, terutama istana Mataram
Islam, terdapat upacara garebeg, yang meliputi Garebeg Mulud, Garebeg Siyam,
dan Garebeg Besar. Di antara ketiga garebeg tadi, Garebeg Mulud dirayakan lebih
meriah karena para adipati dan bupati dari negaragung dan mancanegara harus
meng- hadap raja dengan membawa upeti (bulu bekti). Khusus untuk Keraton
Surakarta, Garebeg Mulud pada tahun Dal selalu dirayakan secara besar-besaran
(Soeratman, 1989: 139).
Di kalangan
masyarakat Jawa, peringatan Muludan merupakan perayaan tahunan yang diikuti
dengan slametan pada sekitar tanggal 12 Mulud (Koentjaraningrat, 1984: 367),
atau salah satu peristiwa yang cocok untuk menanggap pertunjukan wayang
(Geertz, 1989: 359), yang pada
umumnya dengan melibatkan seluruh warga masyarakat desa (Triyoga, 1991: 84).
Babad Banyumas versi Dipayudan menyatakan bahwa Bupati Banyumas, Tumenggung
Mertayuda I diangkat derajatnya oleh raja Mataram dengan gelar tumenggung,
serta diberi kewenangan untuk menyelenggarkan garebeg sendiri, yaitu Garebeg
Siyam dan Garebeg Besar di Banyumas, sedangkan pada waktu Garebeg Mulud di-
wajibkan datang ke istana untuk menyerahkan upeti kepada raja. Dua pejabat
bupati sebelumnya hanya berpangkat ngabehi. Ngabehi Janah II, Bupati Banyumas
ketiga, melakukan asketisisme (tapa brata) di pertemuan Sungai Banyumas dan Sungai
Perwaton. Asketisisme itu disertai harapan agar keturunannya kelak lebih baik
nasibnya daripada dirinya. Rupanya, harapan itu terwujud pada bupati Banyumas
berikutnya. Namun, tradisi Garebeg Siyam dan Garebeg Besar di Banyumas tidak
ada bekasnya. Justru, yang masih berlangsung Garebeg Mulud. Garebeg Mulud
menjadi simbol kekuasaan raja sebagai pengganti tradisi yang masa pada masa
Majapahit. Bulan Phalguna dan Caitra merupakan waktu para adipati atau bupati
menghadap raja Majapahit di ibu kota dengan membawa upeti. Bulan Phalguna dan
Caitra bersamaan dengan tanggal 22 Pebruari hingga 21 April (Slamet- muljana,
1983: 2000 & 2006: 46; Atmosudiro dkk., 2001: 207). Penyelenggaraan upacara
penjamasan pusaka pada bulan Mulud di Banyumas merupakan sesuatu yang ter-
balik dengan kewenangan yang diberikan kepada Tumenggung Mertayuda I.
Apakah Bupati
Banyumas ingin menyamai kekuasaan raja? Atau dengan kata lain, bermaksud
mbalela dengan membuat alun-alun yang ditambah dengan sepasang beringin kurung,
serta masjid besar (Adrisijanti Romli (ed), 1997/1998). Memang dalam Babad
Banyumas terdapat informasi yang menya- takan bahwa Tumenggung Yudanegara V
(1788-1816) meminta kepada Raffles agar dirinya dijadikan Sultan Banyumas.
Permintaan tersebut diadukan kepada Susu- hunan Pakubuwana IV (1788-1820) di
Surakarta (Priyadi, 2009: 102). yang luas Tumenggung Yudanegara V dipecat dari
jabatannya pada tahun 1816. Informasi tersebut memang kurang dapat
dipertanggungjawabkan karena Raffles tidak pernah datang ke Banyumas. Banyumas
sebagai salah satu daerah mancanegara kilen berakhir ketika diambil alih
Belanda Pasca-Perang Jawa. Pengambilalihan Banyumas oleh Belanda merupakan kehilangan
besar bagi Kasunanan Surakarta (van Groenendael, 1987: 20). Keberadaan Banyumas
tersebut semakin mencabut akar relasi antara Banyumas sebagai klien dengan
patron Keraton Surakarta sebagai penerus Mataram. Ingatan kolektif kebudayaan
keraton secara bertahap mengalami distorsi. Agaknya, upacara pada bulan Mulud
sebagai simbol raja dapat diterima apabila dilihat dari pusaka-pusaka yang
dijamas. Para juru kunci yang berasal dari (1) desa Dhawuhan, (2) dukuh
Kalibening, desa Dhawuhan, dan (3) desa Kali- salak menyatakan bahwa
pusaka-pusaka tersebut adalah peninggalan Raja Mataram, Sunan Amangkurat I,
yang melewati situs-situs tersebut di daerah Banyumas sebelum meninggal dunia
di Pasiraman, setelah berangkat dari Ajibarang.
2.
Nilai
Nilai Kearifan Lokal Jamasan di Desa Kalisalak
Nilai-nilai
kearifan lokal yang tercermin dalam tradisi tersebut, yaitu:
Nilai religius
(keagamaan)
Masyarakat
Indonesia bersifat religious, sehingga berbagai aspek perilakukehidupan tidak
dapat dilepaskan dari nilai-nilai religious. Oleh karena itu salah satucirri
darilocal genius biasanya ‘sangat terkait dengan sistem kepercayaan’ Al Wasilah
(2009:51). Pada tradisi penjamasan jimat di desa Kalisalak nilai religious
tersebut tercermin dalam doa bersama yang dipanjatkan kepada Tuhan YME; Doa Doa
ini di pimpim oleh pemuka agama dan sesepuh atau juru kunci jimat untuk meminta
kelancaran dan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai Gotong
royong
Gotong
Royong sebagai solidaritas sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
terutama mereka yang membentuk komunitas-komunitas, karena dalam komunitas
seperti ini akan terlihat dengan jelas. Gotong-royong terjadi dalam beberapa
aktivitas kehidupan, seperti gotong-royong dalam bentuk kerjabakti, dilakukan
untuk kepentingan bersama; gotong-royong dalam bentuk tolong menolong pada saat
melakukan pesta pernikahan, atau khitanan, beberapa hari sebelum pesta akan
dilakukan terjadi sumbangan dari kenalan, tetangga ataupun kerabat datang
membantu dalam bentuk bahan makanan, uang, ataupun tenaga, kemudian bantuan ini
harus dikembalikan minimal dengan nilai yang sama. Bahkan gotong-royong dapat
pula terjadi pada saat adanya musibah ataupun kematian salah seorang warga
komunitas, hal ini tidak dapat disebut kepentingan bersama ataupun kepentingan
pribadi tetapi rasa kemanusiaan yang muncul di antara warga, karena musibah
datangnya tidak diperhitungkan ataupun diketahui, sehingga warga yang mendapat
musibah tersebut memerlukan bantuan dari warga lainnya. Gotong-royong dalam
nilai kearifan local jamasan tercemin dari berbagai pihak dalam penyelenggaraan tradisi
tersebut saling membantu,
saling gotong royong demi terlaksananya dan suksesnya tradisi,
ada yang membantu
menyiapkan makanan dan minuman, gotong
royong dalam pendirian tarub dan bersih
desa, dan sebagainnya.
Nilai Kebersamaan
Kebersamaan adalah sebuah ikatan yang terbentuk karena rasa
kekeluargaan/persaudaraan, lebih dari sekedar bekerja sama atau hubungan
profesional biasa. Selayaknya kepentingan bersama lebih diutamakan dari
kepentingan pribadi. Pada hal ini tercemin dari berkumpulnya sebagian
besar anggota masyarakat dalam satu tempat,
doa bersama demi keselamatan bersama, memohon kelancaran prosesi jamasan.
Nilai saling menghargai
Sikap
menghargai yaitu sikap yg menghargai
apa yg orang lain lakukan dan kita tidak boleh menghinanya karena belum tentu
diri kita lebih baik dari seseorang tersebut dan menghargai adalah suatu sikap
memberi terhadap suatu nilai yg diterima oleh manusia. Saling menghargai dalam
nilai kearifan local jamasa jimat desa kalisalak tercermin dalam penjamasan benda pusaka
karena menjamasan jimat sama halnya kita menghormati serta menghargai
benda-benda pusaka peninggalan para pujangga
atau leluhur" Sehingga, wajib dijaga, diuri-uri keberadaannya
Nilai Sosial
Nilai sosial adalah penghargaan yang
diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang terbukti memiliki daya guna
fungsional bagi kehidupan bersama. Menyelami
Fenomena Sosial di Masyarakat (2006) karya Bagja Waluya. Atau nilai social
merupakan suatu konsep abstrak pada diri manusia mengenai apa yang dianggap
baik atau buruk, benar atau salah. Dalam jamasan jimat nilai social tercermin dari
masyarakat dan pemerintah desa serta Dinas terkait yang secara sukarela
membantu terlaksanannya penjamasan Jimat Kalisalak ini sehingga terlaksana
dengan lancar, baik itu berupa dana, makanan, minuman dan sebagainya.
Nilai Tanggung Jawab
Tanggung
jawab merupakan salah satu nilai karakter yang perlu ditanamkan di dalam
pribadi setiap manusia, supaya menjadi manusia yang memiliki kepribadian baik.
Mustari (2011: 21) berpendapat bahwa tanggung jawab adalah sikap dan perilaku
seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara
dan Tuhan. Tanggung jawab adalah tolak ukur sederhana terhadap sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya Nilai tanggung
jawab ini tercermin dari para
Penjamas yang tanpa disuruh sudah siap untuk melaksananakan tugasnya
masing-masing.
Nilai Ketelitian
Ketelitian
adalah hal yang dibutuhkan oleh seluruh manusia untuk menjalankan aktifitas
sehari-hari. Penurunan ketelitian dapat mengakibatkan seseorang memperoleh
hasil prestasi belajar yang buruk (Prayudi, 2006). Menurut Kamus Besar bahasa
Indonesia (KBBI), teliti berarti memeriksa secara saksama, sedangkan ketelitian
adalah kesaksamaan atau kecermatan (Tim Penyusun Pusat Kamus, 2008). Nilai
ketelitian yang dimaksud adalah tercermin dari proses upacara itu sendiri sebagai
suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat
prosesi, maupun sesudahnnya. (Khotijah, Siti 2014)
3.
Tradisi
Jamasan Mempengaruhi Masyarakat desa Kalisalak
Dalam proses penjamasan jimat di desa kalisalak tentunya banyak mepengaruhi
berbagai aspek kehidupan. Aspek tersebut antaranya mempengaruhi ekonomi,
budaya, maupun sosial. Dalam dampak ekonomi pada proses penjamasan jimat di
desa Kalisalak luamayan membantu perekonomian warga sekitar. Khususnya di
sekitar tempat diadakannya upacara penjamasan jimat biasanya malam sebelum
dilaksanakannya penjamasan tersubut ramai dikunjungi warga dari desa tetangga.
Nah dari situ menjadi sumber mereka mencari penghasilan dengan menjual berbagai
macam barang antara lain, menjual baju, celana, kaos kaki, bakso dan masih
banyak lagi.
Sementara dari segi budaya proses penjamasan jimat di desa Kalisalak
yaitu bertujuan untuk nguri-uri budaya yang sudah dilakukan turun menurun dari
nenek moyang. Maka dari itu warga disekitar tempat penjamasan jimat terus
melaksanakan tradisi tersebut. Dan dari segi sosial tercermin dari masyarakat
dan pemerintahan desa yang senantiasa membantu terlaksananya Penjamasan Jimat
Kalisalak sehingga terlaksana dengan lancar, baik sebelum upacara, pada saat
upacara, maupun setelah prosesi penjamasan.
4. Peninggalan Jamasan Jimat Kalisalak
Telah dketahui
bahwasannya Jamasan Jimat meupakan ritual pembersihan barang barang peninggalan
Raden Amangkurat II yang ditinggalkan di desa Kalisalak. Benda benda tersebut
di simpan serta dirawat sampai saat ini. Benda-benda tersebut antara lain:
No |
Nama Pusaka |
2008 |
2009 |
2010 |
1. |
Alat senjata |
1 |
1 |
1 |
2. |
Anak panah |
1 |
1 |
1 |
3. |
Apus buntut |
1 |
1 |
1 |
4. |
Areng |
1 |
1 |
1 |
5. |
Bahan pakaian |
Kurang |
kurang |
Idem tahun
lalu |
6. |
Batu karang |
1 |
1 |
1 |
7. |
Bekong |
Kering |
kering |
Kering |
8. |
Benang lawe |
1 |
1 |
1 |
9. |
Benting |
1 |
1 |
1 |
10. |
Beras merah |
3 |
3 |
4 |
11. |
Beras putih |
5 |
5(Bersih) |
4(Bersih) |
12. |
Besi baja |
1 |
1 |
1 |
13. |
Blendi |
1 |
1 |
1 |
14. |
Besi durit |
1 |
1 |
1 |
15. |
Biji besi |
1 |
1 |
1 |
16. |
Bumbung |
1 |
1 |
11 (7 isi) |
17. |
Butir tasbih |
1 |
1 |
1 |
18. |
Cemethi |
1 |
1 |
1 |
19. |
Cincin |
1 |
1 |
1 |
20. |
Cindhe |
1 |
1 |
1 |
21. |
Gabah hitam |
1 |
- |
- |
22. |
Gabah merah |
3 |
3 |
3 |
23. |
Genuk besar |
1 |
1 |
1 |
24. |
Genuk putih |
5 |
5 |
5 |
25. |
Genuk kecil |
1 |
1 |
1 |
26. |
Gigi |
1 |
1 |
1 |
27. |
Gogok |
1 |
1 |
1 |
28. |
Huruf arab |
Jelas |
lepas |
Diikat |
29. |
Huruf jawa |
Rusak |
Lepas |
Berkurang dan
rusak |
30. |
Jebug |
2 |
2 |
1 |
31. |
Jenu |
1 |
1 |
1 |
32. |
Kacamata |
1 |
1 |
1 |
33. |
Kanthong |
11 (isi 3) |
11 (isi 3) |
11 (isi 3) |
34. |
Kanthong beras |
18 (isi 3) |
18 (isi 3) |
15 (isi 3) |
35. |
Kapur rabuk |
1 |
1 |
1 |
36. |
Karah |
1 |
1 |
1 |
37. |
Kemiri |
1 |
1 |
1 |
38. |
Kendi keramik |
1 |
1 |
1 |
39. |
Kepompong |
1 |
1 |
1 |
40. |
Klowoh |
1 |
1 |
1 |
41. |
Lidi |
43 |
44 |
43 |
42. |
Wlirang |
1 |
1 |
1 |
43. |
Mata uang |
58(15 diikat) |
49(15 diikat) |
60 (15 diikat) |
44. |
Mata uang
Belanda 1818 |
- |
- |
- |
45. |
Mlinjo |
1 |
1 |
1 |
46. |
Paksi keris |
1 |
1 |
1 |
47. |
Pala |
1 |
1 |
1 |
48. |
Pantek terbang |
4 besar, 6
kecil |
5 besar, 5
kecil |
5 besar, 5
kecil |
49. |
Pantek terbang
pindah tempat |
5 |
Pindah tempat |
2 ditempat |
50. |
Pithi kecil |
6 |
6 (baru) |
7 |
51. |
Pithi besar |
3 |
4 |
4 |
52. |
Rambut |
1 |
1 |
1 |
53. |
Rokok |
1 |
1 |
1 |
54. |
Sikat |
1 |
1 |
1 |
55. |
Suh |
1 |
1 |
1 |
56. |
Sumbat botol |
1 |
1 |
1 |
57. |
Suweng |
1 |
1 |
1 |
58. |
Tambang bamboo |
1 |
1 |
1 |
59. |
Tanah puru |
1 |
1 |
1 |
60. |
Tangan mebel |
1 |
1 |
1 |
61. |
Tembaga |
33 (1 diikat) |
33(1 diikat) |
33(3 diikat) |
62. |
Tempat minum
burung |
1 |
1 |
1 |
63. |
Terbang |
1 |
1 |
1 |
64. |
Timah |
1 |
1 |
1 |
65. |
Tiris |
1 |
1 |
1 |
66. |
Lontar |
Banyak |
Rusak |
Rusak |
67. |
Tutup pithi |
1 |
1 |
1 |
68. |
Undhuk kuda |
1 |
1(Rusak) |
1 |
69. |
Undhuk kerbau |
1 |
1(Rusak) |
1 (Rusak) |
70. |
Wrangan |
1 |
1 |
1 |
71. |
Wungkal |
1 |
1(Baru) |
1 (Baru) |
72. |
Timang |
1 |
1 |
1 |
73. |
Besi pantek |
1 |
1 |
1 |
74. |
Batu granit |
1 |
1 |
1 |
75. |
Pithi kecil berisi
tulisan Arab dan Jawa |
- |
- |
1 |
suasana penjamasan jimat di desa kalisalak
KESIMPULAN
Kesimpulan dalam artikel yang berjudul “Nilai-nilai Kearifan Lokal Dalam Tradisi Jamasan Jimat Kalisalak di Desa Kalisalak Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas” yaitu terbagi menjadi beberapa bahasan seperti : Sejarah Jamasan Jimat, Nilai Nilai Kearifan Lokal Jamasan di Desa Kalisalak yang terdiri dari beberapa nilai yaitu : Nilai religius (keagamaan), Nilai Gotong royong, Nilai Sosial, Nilai Tanggung Jawab, Nilai Kebersamaan, Nilai saling menghargai dan Nilai Ketelitian, Tradisi Jamasan Mempengaruhi Masyarakat desa Kalisalak dan Peninggalan Jamasan Jimat Kalisalak.

No comments: